Trilogi
Van Deventer Dan Trilogi Orde Baru
Trilogi Van Deventer, adalah sebuah wacana politik
yang diajukan oleh Van Deventer dalam rangka membalas budi kepada seluruh
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, van Deventer mengajukan politik yang
diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal dengan politik etis
atau politik balas budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada
rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri
Belanda. Politik etis yang diusulkan van Deventer ada tiga hal, sehingga sering
disebut Trilogi van Deventer. Isi dari tiga tersebut adalah :
1.
Migrasi. Yang dimaksud migrasi adalah proses pemindahan
penduduk dari Jawa ke luar Jawa, untuk dijadikan buruh yang akan dipekerjakan
di daerah perkebunan atau daerah pertambangan milik Belanda. Kuli kontrak dari Pulau
Jawa dipindahkan ke perkebunan karet di Pematang Siantar, Sumatera Utara, di
daerah pertambangan batubara di Sawahlunto, Sumatera Barat, dan bahkan juga di
negeri jajahan Belanda di luar negeri. Maksud awal kebijakan ini memang
dipandang sebagai kebijakan yang bersifat simbiose mutualistis, karena dapat
menguntungkan pihak Belanda di satu sisi, tetapi juga untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat di sisi lainnya. Namun, kenyataanya tidak demikian. Jauh
panggang dari api. Kebijakan itu semata-mata juga menguntungkan Belanda. Makin
banyak hasil bumi dan hasil tambang yang dikeruk oleh Belanda dari bumi pertiwi
Indonesia. Sementara rakyat tetap dalam keadaan miskin dan tertindas.
2.
Irigasi. Negara Belanda dikenal mempunyai keahlian dalam
bidang teknologi perairan. Laut di Belanda dapat dibendung dan dijadikan daerah
perkotaan. Oleh karena itu, dalam hal teknologi pengairan, Belanda memang
jagonya. Melalui kebijakan irigasi, Belanda membangun jaringan irigasi yang
diperlukan untuk pengairan teknis sawah dan perkebunan yang dicetak Belanda.
Lagi-lagi kebijakan ini sesungguhnya bukanlah sebagai politik balas budi
Belanda, melainkan semata-mata untuk mengeruk lebih banyak lagi kekayaan dari
tanah jajahan.
3.
Edukasi. Kebijakan edukasi adalah
pemberian kesempatan untuk bersekolah bagi rakyat jajahan. Untuk itu, maka
perluasan besar-besaran jumlah sekolah dilakukan oleh Belanda. Pembukaan
sekolah itu kemudian juga membuka peluang untuk mendirikan sekolah-sekolah guru
untuk penyediaan gurunya. Diperoleh catatan dari Kementerian Jajahan pada
tanggal 16 Desember 1901 bahwa jumlah siswa sekolah guru di Bandung ditambah
dari 50 menjadi 100 orang, di Yogyakarta dari 75 menjadi 100 orang, di
Probolinggo dari 75 menjadi 100 orang, di Semarang dibuka sekolah guru baru
dengan siswa sebanyak 100 orang (Dedi Supriadi, 2003: 11). Namun, apa dengan
demikian rakyat jajahan dapat memperoleh pendidikan secara merata? Tidak!
Karena yang memperoleh kesempatan untuk memperoleh pendidikan tersebut
kebanyakan adalah golongan priyayi, dengan maksud untuk diangkat menjadi
pegawai Belanda. Walhasil, politik balas budi sebagaimana dirancang oleh van
Deventer kenyataanya hanya untuk kepentingan Belanda semata-mata. Setidaknya
itulah pandangan dari rakyat jajahan. Trilogi van Deventer yang telah menjadi
catatan dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Trilogi Orde Baru, bisa juga
disebut trilogi pembangunan, yang diadakan di Indonesia Trilogi Pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang
dicanangkan oleh pemerintahan orde baru di Indonesia
dalam sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam
melaksanakan pembangunan negara Indonesia.
Trilogi pembangunan terdiri dari:
1.
Stabilitas Nasional yang dinamis
2.
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan
3.
Pemerataan Pembangunan dan
hasil-hasilnya.
- Pelaksanaan stabilitas politik menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang mengakibatkan pengendalian pers dan pengendalian aksi mahasiswa. Dalam hal prosedural diterbitkan Undang-Undang tentang Organisasi Massa dan Undang Undang Partai Politik
- Pertumbuhan ekonomi menghasilkan penanaman modal asing yang mengakibatkan hutang luar negeri. Serbuan para investor asing ini kemudian melambat ketika terjadi jatuhnya harga minyak dunia, yang mana selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan deregulasi (liberalisasi) pada tahun 1983-1988. Tanpa disadari, kebijakan penarikan investor yang sangat liberal ini mengakibatkan undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal menjadi yang sangat liberal di lingkup dunia internasional. Namun kebijakan yang sama juga menghasilkan intensifikasi pertanian di kalangan petani.
- Dalam pemerataan hasil, pelaksanaannya membuka jalur-jalur distributif seperti kredit usaha tani dan mitra pengusaha besar dan kecil seperti (bapak asuh)
Sumber Bahan Bacaan Buku Dan Internet :
- Dedi Supriadi (Ed.). 2003. Guru Di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangannya Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Wardiman Djojonegoro. 1996. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- http://andypramanaputera.wordpress.com/2011/05/28/14/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Trilogi_Pembangunan
By Twitter : @UlunUrangBanjar
0 komentar:
Posting Komentar