Sekitar
pertengahan tahun 1772 M / 1180 H syeh Muhammad Arsyad Albanjari akan
mengakhiri masa belajarnya setelah menuntut berbagai cabang ilmu pengetahuan
selama kurang lebih 25 tahun di Makah Almukarramah dan 5 tahun terakhir di
Madinah Almunawarah (1742 – 1772) selanjutnya kembali ke Makah Almukarramah
sebagai persiapan untuk kembali ke Tanah air. ( Yang pada waktu itu disebut
Tanah Jawi ). Pada suatu hari jum’at pertengahan tahun tersebut, Syeh Muhammad
Arsyad Albanjari bertemu dengan salah seorang keluarga bernama Muhammad Nafis (
Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari ) didalam Masjidil haram yang sejak
30 tahun yang lalu telah terpisah. Beliau langsung saja menanyakan tentang sejak
kapan saja Syekh Muhammad Nafis berada di Makah Almukarramah, beliau menjawab,
sejak kurang lebih satu jam yang, Syekh Muhammad Arsyad Albanjari bertanya lagi
tentang dengan sarana Kapal apa saja dari Jawi ke Mekah Almukarramah ini, yang
pada waktu itu satu – satunya sarana angkutan dari Jawi ke tanah Suci hanya
dengan Kapal layar yang memerlukan waktu pelayaran antara 3 s/d 5 bulan. Syekh Muhammad
Nafis Ibnu Idris Albanjari hanya menjawabnya dengan isyarat yang pengertiannya
tidak dengan angkutan Kapal Layar. Kemudian ditanyakan lagi kapan saja kembali
ke Jawi, itupun tidak dijawabnya dengan lisan, akan tetapi dijawabnya dengan
isyarat yang pengertiannya Insyallah satu jam kemudian.
Bagi
Syekh Muhammad Arsyad Albanjari sebagai Ulama besar dan sangat A’rif cukup
mengerti, bahwa hal-hal demikian sebagai suatu keajaiban yang perlu dilakukan
penelitian lebih jauh. Pada hari jum’at berikutnya beliau bertemu lagi dengan
Syekh Muhammad Nafis Ibnu Albanjari didalam Mesjid Harum, namun tidak sempat
berkata apa-apa beliau sudah menghilang tanpa diketahui kemana arahnya.
Kemudian pada hari jum’at berikutnya lagi ( jum’at ketiga ) Syekh Muhammad
Arsyad Albanjari pada saat akan keluar dari Mesjidil Haram melalai pintu menuju
ke Syamiah langsung bertemu dengan Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari
yang sekaligus dirangkulnya dengan erat seraya berkata, saya juga tahun ini
akan kembali ke Tanah Jawi setelah kurang lebih tiga puluh tahun bermukim di
Tanah Suci, nanti di Martapura Insya Allah kita akan bertemu kembali serta ada
hal-hal yang perlu kita bicarakan lebih luas, rangkulan terhadap Syekh Muhammad
Nafis Ibnu Idris dilepaskan dan pada saat bersalaman sebagai tanda perpisahan
langsung saja Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari berkata, diharap agar
jangan sampai menemui saya setelah berada di Martapura kemudian langsung
menghilang tanpa diketahui kemana arahnya.
Setelah
musim Haji tahun 1772 M = 1186 H Syekh Muhammad Arsyad Albanjari setelah
mendapat restudari Guru-guru beliau, baik di Mekah maupun di Madinah, beliau
segera akan kembali ke Tanah Air ( Jawai ) bersama-sama dengan teman beliau,
yaitu Syekh Abdussamad Alpalimban, Syekh Abdul Wahab Bugis serta Syekh
Abdurrahman Masri asal Betawi. Beliau istirahat di Jakarta beberapa hari
bersama teman-teman beliau dan sempat memberikan petunjuk membetulkan arah
Qiblat Mesjid Jembatan Lima Jakarta tanggal 7 Mei 1172 M. Mereka berpisah di
Jakarta dan kembali ke Daerah asal mereka masingmasing. Setelah berada kembali
beberapa bulan di Martapura, beliau menanyakan keadaan Syekh Nafis Ibnu Idris Albanjari
yang pada waktu itu hanya dikenal sebagai Muhammad Nafis. Syekh Muhammad Nafis
Ibnu Idris Albanjari adalah pengarang Kitab “ ADDRUNNAFIS “ SEBAGAI Kitab ilmu
Tashauf yang terkenal berbobot berat dan terlarang bagi orang a’wam
mempelajarinya karena dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahan pemahamannya
yang dapat menimbulkan kesesatan dibidang akidah ahlussunah waljama’ah.
Beliau
adalah kelahiran serta bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Banjar di
Martapura dan masih satu rumpun keluarga dengan Syekh Muhammad Arsyad
Albanjari, dari segi usiapun kemungkinan besar tidak jauh perbedaannya. Sampai
saat ini belum diketemukan petunjuk-petunjuk tentang :
1. Tanggal/bulan
dan tempat kelahirannya.
2. Perkawinan
serta keturunannya.
3. Guru –
guru serta tempat belajarnya.
4. Cabang –
cabang ilmu pengetahuan apa saja yang dikuasainya selain ilmu Kalam dan ilmu Tasauf.
5. Dimana
saja beliau menyusun Naskah Kitab ADDARUNAFIS serta Naskah aslinya kepada siapa
saja beliau menyerahkannya.
Syekh
Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari meninggal dunia di Anak Desa Sampit, Desa
Bahungin ( sekarang desa Binturu ) Kecamatan Kelua. Pada masa hangat-hangatnya
perlawanan rakyat dibawah pimpinan Penghulu Rasyid terhadap Serdadu Belanda di
wilayah Tabalong dan sekitarnya, maka rakyat pendukung perjuangan Peghulu
Rasyid mengadakan pemukiman baru di anak desa yang dinamakan “ SAMPIT “ artinya
kecil, ( lokasi anak Desanya tidak terlalu luas ) mereka setiap saat siap
bertempur melawan serangan Serdadu Belanda disamping mereka juga membuka areal
persawahan dan perkebunan dalam anak Desa tersebut.
Peserta
pemukiman baru di Anak Desa SAMPIT tersebut antara lain :
-
Orang tua keluarga Gst. Musa.
-
rang tua keluarga Gst. Bakri.
-
Orang tua keluarga Gst. Muhammad.
-
Orang tua keluarga Gst. Irawan.
-
Orang tua keluarga Gst. Iwih.
-
Orang tua keluarga Gst. Haji Darmawi.
-
Orang tua keluarga Gst. Yusuf.
-
Orang tua keluarga Marjuni.
-
Orang tua keluarga Haji Sulaiman.
Setelah
selesai perang Banjar kemudian terbukanya Jalan Desa Bahungin, maka pemukiman anak
Desa Sampit tersebut secara berangsur-angsur pindah tempat tinggal ke Desa
Bahungin dan sekitarnya. Keluarga yang paling akhir meninggalkan anak Desa
Sampit ke Desa Bahungin adalah Saudara Marjuni dan Saudara H. Sulaiman yang
meriwayatkan secara singkat Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari yang
dikumpulkannya dari tahun 1945 – 1960 sebagai tahun terakhir pemukimannya di
Anak Desa Sampit. Kedua keluarga tersebut termasuk keluarga yang berada serta
dihormati oleh penduduk dan bahkan mendapat simpatik tersendiri dari para
tamu/penziarah asal Martapura, Banjarmasin Marabahan, Muara Tewi, Rantau,
Pelaihari, Kota Baru, Kandangan Barabai, Amuntai dan tidak jarang dari luar
Daerah Kalimantan Selatan yang menziarahi Makam Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris
Albanjari yang dimakamkan di Komplek Kuburan Muslim Sampit ( Desa Bahungin /
Desa Binturu istilah baru ).
Dari para
penziarah tersebut yang sepanjang bisa diingat-ingatkan sejak tahun 1945-1960
mengenai riwayat singkat Syekh Muhammad Nafis Albanjari dimaksud, kemudian
diceritakannya kembali pada kami hari Kamis tanggal 18 April 1991 dirumah
kediamannya di Desa Binturu kecamatan Kelua.
Riwayat
singkat dimaksud dibagi menjadi 2 ( dua ) fase :
-
Fase pertama ialah riwayat pertemuan Syekh
Muhammad Arsyad Albanjari dengan Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari di
dalam Masjid Makkah Almukarramah sekitar pertengahan tahun 1772 M sebanyak 3
kali pertemuan.
-
Fase kedua ialah riwayat singkat Syekh Muhammad
Nafis Ibnu Idris Albanjari melarikan diri atau menghindarkan diri dari
pertemuannya kembali dengan Syekh Muhammad Arsyad Albanjari yang tadinya dia
sudah menolak atas usulan Syekh Muhammad Arsyad Albanjari pada saat pertemuannya
yang ketiga di masjidil Haram.
Isi Riwayat fase kedua :
Syekh
Muhammad Arsyad Albanjari tetap memandang perlu menemui Syekh Muhammad Nafis
Ibnu Idris Albanjari untuk mendiskusikan atau bertukar pendapat mengenai
hal-hal berkenaan dengan masalah keagamaan. Didapat informasi bahwa Syekh
Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari pada waktu itu berada di Desa Astambul,
Syekh Muhammad Arsyad Albanjari ditemani oleh dua orang pembantu, tidak
diceritakan, beliau ke Astambul itu naik perahu atau berjalan kaki. Sesampainya
di Astambul, ternyata Syekh Muhammad Nafis satu hari sebelumnya sudah berangkat
menuju Rantau ( Tapin ). Perjalanan Syekh Muhammad Arsyad diteruskan menuju
Rantau, ternyata Syekh Muhammad Nafis sudah berangkat menuju Tatakan dan
bermalam.
Kemudian
perjalanan diteruskan dan sesampainya di Kandangan, ternyata Syekh Muhammad
Nafis sudah berangkat menuju Pantai Hambawang, perjalanan dilanjutkan dan
sesampainya di Pantai Hambawang ternyata Syekh Muhammad Nafis sudah berangkat
menuju Amuntai, sesampainya di Amuntai ternyata beliau sudah berangkat menuju
Kelua. Perjalanan tetap dilanjutkan dan sesampainya di Kelua ternyata Syekh
Muhammad Nafis baru saja berangkat ke Desa SAMPIT. Sementara Syekh Muhammad
Nafis berada di Kelua hanya beberapa jam, masyarakat sudah melakukan kontak
dengan tokoh-tokoh anak Desa SAMPIT antara lain dengan Gst. Musa dll. Karena
rencana akhir dari Syekh Muhammad Nafis akan istirahat di Anak Desa SAMPIT,
maka masyarakat disana menyambutnya dengan penuh anyusias. Syekh Muhammad Nafis
Ibnu Idris Albanjari langsung saja istirahat dirumah Gst. Musa serta duduk di
atas kasur,
kurang lebih 15 menit. Kemudian
datanglah rombongan Syekh Muhammad Arsyad Albanjari dan langsung juga menuju
dan mau istirahat dirumah Gst. Musa, hal ini atas petunjuk dari tokoh-tokoh
masyarakat Kelua. Begitu Syekh Muhammad Arsyad Albanjari memasuki rumah Gst.
Musa dan setelah beradu pandang dengan Syekh Muhammad Nafis, pada saat itu
Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari berpulang kerahmatullah tanpa ada
kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati antara Syekh Muhammad Arsyad
Albanjari dengan Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari. Hal ini barangkali sesuai
dengan isyarat pada saat perpisahan pada pertemuan yang ketiga di Masjiddil
Haram.
Sampai
saat ini belum ada petunjuk mengenai perjalanan Syekh Muhammad Idris Albanjari
ke Wilayah Hulu Sungai sampai ke Anak Desa SAMPIT Kecamatan Kelua, apakah
dengan berjalan kaki atau naik perahu atau bertunggangan, demikian juga
mengenai hari dan tanggal serta tahun berapa persisnya kejadian itu. Demikian
Riwayat pada fase kedua Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari sebagai Ulama
Besar dan ahli di bidang Ilmu Tashauf dengan Kitabnya bernama “ ADDARUNNAFIS “.
BUKTI-BUKTI SEJARAH :
1. Sebuah
Komplek Kuburan Muslim dengan areal kurang lebih 6 berongan, disana banyak Kuburan
yang telah berusia tua dan bahkan Nissannya sebagian besarnya dalam bentuk sebelum
abad kita ini. Lokasi Kuburan Muslim tersebut di Anak Desa SAMPIT Desa Bahungin
Kecamatan Kelua.
2. Diantaranya
terdapat sebuah Kubah Kuburan Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari yang senantiasa
diziarahi oleh masyarakat dan bahkan Ulama-Ulama di Kalimantan Selatan sejak dulu
jauh sebelum Indonesia Merdeka.
Kubah
tersebut dibangun oleh H. YUSRAN, salah seorang Ulama Kubah tersebut berukuran
:
-
Panjang 2 meter
-
Lebar 1,95 meter
-
Tinggi 1,60 meter
-
Teras 70 cm.
-
Atap dari sirap
3. Terdapat
satu buah pesanggrahan tempat istirahat para penziarah yang dibangun oleh Camat
Darwin, BA pada beberapa tahun yang lalu. Sekarang bangunan tersebut nampaknya
kurang terawat dengan baik.
Pesanggrahan tersebut dibangun
dari Kayu berukuran :
-
Panjang 4 meter
-
Lebar 3 meter
-
Atap dari seng
-
Dinding/Lantai dari papan.
4. Satu buah
kitab yang dikarang oleh beliau bernama ADDARUNNAFIS dalam bahasa Melayusebanyak
38 halaman.
Catatan :
a. Pertemuan
Syekh Muhammad Arsyad Albanjari dengan Syekh Muhammad nafis Ibnu Idris
Albanjari di Makkah Almukkarramah pada pertengahan tahun 1772 = 1186 H.
b. Penyusunan
Naskah Kitab ADDARUNNAFIS sebagaimana tercantum dalam halaman pertama Kitab
tersebut ialah dalam tahun 1200 H.
c. Kemungkinan
meninggalnya Syekh Muhammad Nafis Ibnu Idris Albanjari sekitar dalam tahun 1201
H.
0 komentar:
Posting Komentar