Berawal dari sebuah tugas kuliah saya pun ikut berkunjung kesebuah tempat bersejarah di Kalimantan selatan yaitu sebuah Benteng Madang yang terletak di Desa Madang Kecamatan Padang Batung Kabupaten
Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan). Jarak antara Desa Madang
dengan Banjarmasin ± 140 km, dan jarak ± 8 Km dari Kota Kandangan dan bisa di jelajahi menggunakan Mobil. Dengan menaiki anak tangga yang ± 400 anak buah tangga saya pun bisa mencapai puncak gunung madang tersebut, walaupun gunung tersebut tidak setinggi pada Zaman dahulu itu di karenakan longsunr dan dimakan Usia ber'abad-abad sehingga gunungnya agak lebih rendah di bandingkan pada waktu dahulu. Kenapa Benetng ini disebut "Benteng Madang? . . . Berhubung Zaman dahulu tempat itu dijadikan sebagai Benteng pertahanan bagi pejuang Bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan Khususnya di deirah Kandangan, karena banteng madang ini kalau anda bandingkan dengan benteng-benteng yang seperti ada d Eropa dan negara lainnya ya tentu sangat beda, yang mana benteng Alam yang mana dipih tempat-tempat untuk bertahan jadi secara alami tempat itu bisa dijadikan tempat untuk bertahan, dengan kata benetng itu tidak bisa kita bayangkan bak benteng-benteng yang bergaya Eropa yang terbuat dari Baton dan lain sebagainya di Benteng Madang ini adalah benteng Alam yang mana di situ di kelilingi oleh kayu sebagai dinding pertahanan jadi kalau di bandingkan dengan benteng eropa tentu sangat berbeda yang mana terbuat dari bata / beton kalau yang di Madang ini hanya dari kayu saja,
jadi kayunya itu kalau orang di deirah sini menyebutnya adalah KAYU MADANG yang mana biasanya orang-orang disini menggunakan sebagai perabotan rumah, maka dari kayu Madang itulah dinamakan sebuat desa yang bernama Desa Madang karena di sana banyak kayu Madang jadi kayu madang itu di potong dan dijadikan sebagai dinding pertahanan, karena desanya desa madang maka disebut dengan gunung madang, dari Benteng madang ini memili sejarah yang menarik karena selama perebutan Belanda untuk mehancurkan benteng madang tersebut bukan pekerjaan yang mudah jadi artinya tidak sederhana / gampang untuk merebut / menghancurkan benteng madang tersebut. Dengan letak Benteng madang yang sangat strategis yang mana dari tempat tersebut kita bisa melihat di sekeliling dengan jarak puluhan Km pergerakan-pergerakan di bawah sana, yang mana pada Dataran tinggi tersebut kemudian ditata dan dibuat oleh Tumenggung Antaluddin atas permintaan dari Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman kemudian dijadikan benteng pertahanan pasukan Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman dalam menghadapi serangan serdadu Belanda. Jadi Tumenggung Antaluddin yang memimpin di benteng madang ini, dan ketika pertempuran yang dinamakan pertempuran madang dalam pertempuran itu banyak tentara Belanda yang gugur.
Tercatat ada lima kali serangan yang dilakukan oleh serdadu belanda dan
semuanya dapat dikalahkan oleh pasukan Pangeran Hadayatullah dan Demang
Lehman. Serangan-serangan serdadu Belanda dilakukan pada tanggal 3, 4, 13, 18 dan 22 September 1860. Pada serangan yang keempat tanggal 18 September 1860, pasukan infantry serdadu bgelanda yang dipimpin oleh Kapten Koch dihajar habis-habisan oleh pasukan Pangeran Hidayatullah dan Demang lehman, sehingga banyak serdadu Belanda yang tewas termasuk Kapten Koch.
- Pertempuran Gunung Madang 3 September 1860.
Persiapan benteng pertahanan di Gunung Madang ini diketahui oleh
Belanda sehingga datanglah serangan pasukan Belanda secara mendadak
pada 3 September 1860, sementara benteng belum selesai dibangun. Serdadu
Belanda menyelusuri kampung Karang Jawa dan Ambarai dan langsung
menuju Gunung Madang. Serdadu Belanda terkejut, ketika baru mendekati
bukit itu serangan mendadak menyebabkan beberapa serdadu Belanda tewas.
Sekali lagi serdadu Belanda mendekati bukit tetapi sebelum sampai
serangan gencar menyambutnya, sehingga tentara Belanda mundur kembali
ke benteng Amawang.
- Pertempuran Gunung Madang 4 September 1860
Keesokan harinya tanggal 4 September 1860 pasukan infantri dari
batalyon ke-13 mengadakan serangan kedua kalinya. Serdadu Belanda ini
dilengkapi dengan mortir dan berpuluh-puluh orang perantaian untuk
membawa perlengkapan perang dan dijadikannya umpan dalam pertempuran.
Serdadu Belanda melemparkan 3 biji granat tetapi tidak berbunyi, dan
disambut dengan tembakan dari dalam benteng Gunung Madang. Di dalam
benteng Gunung Madang terdapat pula beberapa orang perantaian yang lari
memihak pasukan Pangeran Hidayatullah ketika terjadi pertempuran di
Pantai Hambawang yang terjadi sebelumnya. Ketika Letnan de Brauw dan
Sersan de Vries menaiki kaki Gunung Madang, dia hanya diikuti serdadu
bangsa Eropah sedangkan serdadu bangsa bumiputera membangkang tidak ikut
bertempur Letnan de Brauw kena tembak di pahanya, dan 9 orang serdadu
Eropah terkapar kena tembak dari arah dalam benteng. Setelah Letnan de
Brauw kena tembak, serdadu Belanda mundur dan kembali ke benteng di
Amawang. Serangan ketiga dilakukan beberapa hari kemudian setelah
Belanda memperoleh bantuan dari Banjarmasin dan Amuntai.
- Pertempuran Gunung Madang 13 September 1860.
Pada tanggal 13 September 1860 Belanda melakukan kembali serangannya
terhadap benteng Gunung Madang. Serangan ini dipimpin oleh Kapten Koch
dengan perlengkapan meriam dan mortir. Demang Lehman dan Tumenggung
Antaluddin mempersiapkan menunggu serangan Belanda sedangkan Pangeran
Hidayatullah mengatur strategi untuk menghadapinya. Pertempuran ini
terjadi dalam jarak dekat, tetapi Demang Lehman dan Tumenggung
Antaluddin dengan gagah berani menghadapinya. Ketika bunyi senapan dan
meriam bergema, tiba-tiba roda meriamnya hancur kena tembakan. Kapten
Koch mempertimbangkan untuk mundur kembali ke benteng Amawang. Kegagalan
serangan Kapten Koch ini tersebar sampai ke Banjarmasin, sehingga G.M.
Verspyck memerintahkan Mayor Schuak menyiapkan pasukan infantri dari
batalyon ke 13 yang terdiri dari 91 opsir bangsa Eropah.
- Pertempuran Gunung Madang 18 September 1860
Pada tanggal 18 September 1860 Mayor Schuak membawa pasukan dengan
dibantu Kapten Koch menyerang Gunung Madang. Belanda membawa sebuah
howitser, sebuah meriam berat dan mortir. Menjelang pukul 11.00 siang
hari Demang Lehman memulai menyambut serdadu Belanda dengan tembakan.
G.M. Verspyck yang berani mendekati benteng dengan pasukannya, kena
tembak oleh anak buah Tumenggung Antaluddin, akhirnya mengundurkan diri
membawa korban. Selanjutnya Kapten Koch memerintahkan memajukan
meriam. Dengan jitu peluru mengenai serdadu pembawa meriam itu, dan
jatuh terguling. Setelah pasukan meriam gagal, dilanjutkan dengan
pasukan infantri mendapat giliran maju. Kapten Koch yang memimpin
pasukan infantri maju, kena tembak di dadanya dan jatuh tersungkur.
Dengan jatuhnya Kapten Koch tersebut serdadu Belanda menjadi bingung dan
kehilangan komando. Mereka dengan bergegas menggotong mayat Koch dan
berlari meninggalkan medan pertempuran, langsung mengundurkan diri
kembali ke benteng Amawang. Setelah serangan keempat ini gagal, Belanda
mempersiapkan kembali untuk penyerangan yang kelima Demang Lehman dan
Tumenggung Antaluddin juga mempersiapkan siasat apa yang diambil untuk
menghadapi serangan secara besar-besaran keluar dan tidak terpusat
bertahan dalam benteng saja. Demang Lehman mendapat bantuan dari Kiai
Cakra Wati pejuang wanita yang selalu menunggang kuda yang berasal dari
daerah Gunung Pamaton (Distrik Riam Kanan).
- Pertempuran Gunung Madang 22 September 1860
Serangan kelima terjadi pada tanggal 22 September 1860. Belanda
mempersiapkan dengan teliti, belajar dari kegagalan empat kali
penyerangannya. Belanda mempersiapkan mendirikan bivak-bivak dan
perlindungan pasukan penembak meriam dengan sistem pengepungan benteng
Gunung Madang. Pertempuran baru terjadi keesokan harinya dengan tembakan
meriam dan lemparan granat. Pada pagi hari itu pertempuran tidak
begitu seru, tetapi menjelang pukul 11.00 malam hari, tiba-tiba Demang
Lehman dan Tumenggung Antaluddin mengadakan serangan besar-besaran
dengan meriam dan senapan. Tembakan itu terus menerus bersahutan sampai
menjelang subuh. Karena serangan yang gencar itu Belanda kehilangan
komando apalagi malam hari yang gelap gulita. Pasukan Belanda
kocar-kacir. Situasi yang tegang ini dipergunakan Demang Lehman dan
Tumenggung Antaluddin beserta pasukannya keluar benteng dan menyebar
keluar meninggalkan benteng, dan selanjutnya berpencar. Kiai Cakrawati
meneruskan perjalanan ke Gunung Pamaton yang kemudian terlibat pula
dalam pertempuran di Gunung Pamaton. Alangkah kecewanya Belanda ketika
dengan hati-hati memasuki benteng untuk menghancurkan kekuatan Demang
Lehman dan pasukannya ternyata benteng sudah kosong, hanya ditemukan
satu orang mayat yang ditinggalkan.
( Simbolis Benteng madang sebagai tanda bahwa dahulu ada sebuah benteng di madang )
kritik dan saran silahkan isi di klolom komentar terimakasih @UlunUrangBanjar
1 komentar:
Blog yang bagus.... semoga terus berkembang.... Saya ingin berbagi artikel tentang Castello Sforzesco di Milan di http://stenote-berkata.blogspot.com/2018/02/milan-di-castello-sforzesco.html
Lihat juga vlog di youtube https://youtu.be/78pAFuUkfig
Posting Komentar