Rabu, 13 Februari 2013

Prolog Gerakan 30 September



Prolog Gerakan 30 September
Apa yang terjadi pada 30 September1 Oktober 1965 tentu tidak bisa dilepaskan dari rangkaian peristiwa sebelumnya. Secara internasional, pada masa itu terjadi perang dingin antara blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok Timur di bawah Uni Soviet. AS yang berperang di Vietnam tidak ingin Indonesia jatuh ke tangan komunis. Di dalam negeri, kekuatan politik saat itu mengerucut kepada tiga unsur, yakni Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Pada tingkat masyarakat telah timbul konflik horizontal antara kelompok kiri dan kalangan Islam (terutama yang memiliki tanah luas) dalam kasus landreform yang ditegakkan melalui 'aksi sepihak' PKI dan BTI. Di kalangan seniman juga terjadi polemik keras antara kubu Lekra dan kelompok Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Konflik-konflik itu diperparah dengan situasi ekonomi yang sulit dan musim kering berkepanjangan yang menyebabkan gagalnya banyak panen petani. Barang kebutuhan sehari-hari menjadi langka.
Situasi yang panas itu semakin runcing dengan isu dewan jenderal, dokumen Gilchrist, dan rumor sakitnya Presiden Soeharto. Maka, meletuslah Gerakan 30 September yang dapat ditumpas dalam satu-dua hari. Tetapi, persoalannya tidak berhenti sampai di situ karena peristiwa tersebut menyebabkan kekuasaan Presiden Soeharto goyah secara bertahap. Mayjen Soeharto, figur yang paling diuntungkan dari semua peristiwa itu, naik ke tampuk kekuasaan.
Kontroversi tentang dalang Gerakan 30 September tidak berhenti sampai hari ini. Yang tidak kalah pentingnya adalah melihat dan mengakui dampak peristiwa itu yang sangat besar bagi bangsa dan negara Indonesia. Setelah peristiwa itu, terjadilah pembunuhan massal di Jawa-Bali dan beberapa tempat lain yang memakan korban tidak kurang dari 500 ribu orang. Kewarganegaraan ribuan orang (setelah puluhan tahun kini tinggal 570 orang) mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri, terutama di negara-negara sosialis, dicabut dan terhalang pulang. Mereka terlunta-lunta di negeri orang sampai akhirnya mencari suaka dan terpaksa memperoleh kewarganegaraan asing. Pada 1969, lebih dari 10.000 tapol 1965 golongan B dibuang ke Pulau Buru dan melakukan kerja paksa di sana selama lebih dari 10 tahun.
Selain mengalami pembunuhan, penangkapan tanpa proses pengadilan, dan penahanan lebih dari 10 tahun, para korban yang dianggap terlibat langsung/tidak langsung peristiwa itu mengalami stigma buruk dari pemerintah. Keluarga mereka juga mengalami diskriminasi dalam lapangan pekerjaan. Secara keseluruhan, jutaan orang telah menjadi korban. Itulah epilog Gerakan 30 September yang tidak boleh dilupakan.



Nama            :  Sahrul Khair (A1A110227)
Dosen  :  Prof. Drs. Alex A. Koroh
                                                          Materi  :  Prolog Gerakan 30 S PKI

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India